Zakat dan Sedekah Selamatkan Anak Putus Sekolah
BEBERAPA tahun lalu saat melintasi jalur lintas Jawa bagian utara, saya terkekeh ketika melihat sebuah truk gandeng yang di bagian buritannya tertulis kalimat jenaka; "Putus cinta sudah biasa, putus tali rem matilah kita". Namun menurut saya ada yang lebih bahaya daripada putus cinta dan putus tali rem, yaitu putus sekolah yang bisa menghancurkan masa depan bangsa. Pendidikan memang menjadi salah satu sektor yang porak-poranda akibat pendemi Covid-19. Sektor pendidikan ikut terseret ke tubir jurang kehancuran lantaran angka anak putus sekolah melesat tinggi akibat runtuhnya pondasi-pondasi perekonomian rumah tangga ekonomi menengah ke bawah. Angka anak putus sekolah di Indonesia kian hari kian memprihatinkan. Saya mengumpulkan sejumlah laporan yang menunjukkan fakta jika selama pandemi Covid-19 jumlah anak putus sekolah dilaporkan meningkat. Catatan pertama yang saya dapatkan adalah survei dari United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) di mana ditemukan satu persen atau 938 anak berusia 7-18 tahun putus sekolah karena terdampak pandemi virus corona Covid-19. Ironisnya, dari jumlah itu, 74 persen anak dilaporkan putus sekolah karena alasan ekonomi. Temuan UNICEF itu dilakukan terbatas pada keluarga miskin penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa yang mempunyai anak usia 4-18 tahun. Cakupannya 1.104 desa di 347 kabupaten/kota dan melibatkan sekitar 109 ribu keluarga dan 145 ribu anak usia 4-18 tahun. Selain itu lebih dari 13.500 anak di Indonesia sudah putus sekolah sebelum pandemi Covid-19. Angka ini menambah daftar panjang jumlah ATS di Indonesia yang telah mencapai 4,34 juta jiwa berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: